Penetral racun tanah kita utamakan penggunaan daun bambu. Daun bambu entah itu basah, itu kering dicacah dicampurkan prosesing fermentasi pupuk organik. Kalau kita ngamati dimana mana kita mencari media untuk ngisi pot atau plastik persemaian, tanah yang paling baik adalah tanah lapisan atas yang berada di bawah rumpun bambu. Tanah lapisan atas ini tanpa pupuk yang lain sudah subur. Kalau kita ngamati dimana timbunan daun bambu tanah yang di bawah timbunan daun bambu, tanah ini gembur.
Setelah kami mencoba kita mengumpulkan daun bambu kita cacah dengan mesin pencacah, kita campurkan dengan pupuk organik, setelah kita aplikasikan di lahan sawah, apa yang terjadi. Batang padi keras, daun kaku, malah kelihatan kuning emas di waktu padi menguning. Ternyata daun bambu mempunyai kelebihan yang dibanding dengan kompos yang lain. Padahal daun bambu hanya dibakar sia-sia. Kalau setiap petani memanfaatkan daun bambu, tanah kita akan cepat kembali subur seperti dulu.
Setelah kami mencoba kita mengumpulkan daun bambu kita cacah dengan mesin pencacah, kita campurkan dengan pupuk organik, setelah kita aplikasikan di lahan sawah, apa yang terjadi. Batang padi keras, daun kaku, malah kelihatan kuning emas di waktu padi menguning. Ternyata daun bambu mempunyai kelebihan yang dibanding dengan kompos yang lain. Padahal daun bambu hanya dibakar sia-sia. Kalau setiap petani memanfaatkan daun bambu, tanah kita akan cepat kembali subur seperti dulu.
Unsur nitrogen dari daun krinyu (wedusan)
Kebiasaan petani, daun krinyu dianggap semak yang tidak berguna. Padahal daun krinyu merupakan pupuk yang baik. Suatu contoh, semak-semak krinyu setelah dibabat bersih tanahnya ditanam apa saja cukup dipupuk dengan daun krinyu, tanah tersebut sudah subur sekali. Daun krinyu difermentasi untuk POC, juga menjadi pupuk yang baik. Penjelasan ini mestinya sangat sukar diterima oleh ilmuwan. Tetapi untuk bahan sosialisasi kepada petani sangat mudah untuk menerima dan mengadopsi. Karena bahasa seperti ini bahasa yang ada di masyarakat tani. Memang secara ilmiah sangat tidak masuk akal.
Disini sangat jelas bahwa kemampuan berfikir oleh petani sangatlah terbatas. Sebenarnya menjadi beban, karena negara agraris tetapi petaninya sangat tertinggal. Bagaimana ekonomi bidang pangan akan berdaya kalau sasaran utama petaninya masih “BODO-BODO”. Sangat mengenaskan, jadi yang dilaksanakan kinerja petani hanya asal-asalan. Artinya, asal menanam, asal memupuk, asal menggarap, tentang menejemen, SDM, sebenarnya petani itu “NUL PRUTUL ILMUNYA”, hanya ikut-ikutan. Jadi kalau ada sosialisasi dari kalangan ilmuwan yang lewat pejabat. Kebanyakan petani itu ngantuk. Karena apa yang dipaparkan teori. Petani katanya tidak butuh teori. Hal-hal semacam ini sebenarnya yang wajib dirubah. Bagaimana peningkatan SDM petani.
Dengan demikian, kita sangat memerlukan dari kalangan intelektual yang peduli kepada petani, yang sanggup dan rela untuk membaur dengan petani. bagaimana kita membangun kampus-kampus petani, hanya sayangnya kalau kami wong cilik berbicara masalah kampus petani ada yang mengatakan CEBOL NGGAYUH LINTANG. Hal seperti ini tidak menyadari bahwa yang disajikan untuk makan setiap orang tanpa kecuali status dan segala macam “embel-embel” yang melekat pada masing-masing pribadi warga Indonesia adalah hasil dari keringat petani.
Sebenarnya setelah kami mencoba mengadakan pelatihan-pelatihan, sosialisasi tentang pembuatan pupuk, obat-obatan, ternyata banyak dari kalangan yang mau mengadopsi tentang apa yang kita latihkan kepadanya. Suatu kegiatan yang sangat positif yang mestinya harus direspon dari beberapa pihak yang terkait. Kegiatan yang sudah berjalan ini mestinya ditingkatkan dan ditindak lanjuti. Meskipun kelihatan kuno dan sangat sederhana tetapi nyatanya berjalan dan bisa langsung dipraktekkan petani.
Sistem dan bahasanya dari petani, kepada petani, dilaksanakan oleh petani dan untuk petani, sistemnya sangat sederhana. Terbukti ketika serangan wereng yang parah di beberapa daerah ternyata yang mengikuti pelatihan dan melaksanakan teori praktek kebanyakan petani bisa mengatasi serangan wereng tanpa racun kimia sintetis. Bahkan dari beberapa titik lahan sawah yang kami amati dengan pak Jokowin (dosen UNS), bahwa di lahan yang menggunakan sistem organik tetap aman.
Padahal, di lingkungannya gagal total diserang wereng. Hanya ironisnya, yang gagal itu ada yang akan melaksanakan sistem organik, sebagian masih ragu-ragu. Karena petani sangat tergantung pada produk pabrikan. Jadi apa yang dianggap murahan itu tidak berkualitas baik. Kalau yang harganya mahal buatan pabrik dianggap pasti baik. Apa lagi yang namanya obat yang diaplikasikan “tek-seki” itu pasti baik meskipun berapa harganya. Sistem pengendalian wereng dengan menyebarnya hama wereng yang bisa dikatakan endemik, termasuk yang istilahnya “mendek rumpun”. Sistem ngantisipasinya harus dimulai dari perendaman benih, yang akan ditabur.
Disini sangat jelas bahwa kemampuan berfikir oleh petani sangatlah terbatas. Sebenarnya menjadi beban, karena negara agraris tetapi petaninya sangat tertinggal. Bagaimana ekonomi bidang pangan akan berdaya kalau sasaran utama petaninya masih “BODO-BODO”. Sangat mengenaskan, jadi yang dilaksanakan kinerja petani hanya asal-asalan. Artinya, asal menanam, asal memupuk, asal menggarap, tentang menejemen, SDM, sebenarnya petani itu “NUL PRUTUL ILMUNYA”, hanya ikut-ikutan. Jadi kalau ada sosialisasi dari kalangan ilmuwan yang lewat pejabat. Kebanyakan petani itu ngantuk. Karena apa yang dipaparkan teori. Petani katanya tidak butuh teori. Hal-hal semacam ini sebenarnya yang wajib dirubah. Bagaimana peningkatan SDM petani.
Dengan demikian, kita sangat memerlukan dari kalangan intelektual yang peduli kepada petani, yang sanggup dan rela untuk membaur dengan petani. bagaimana kita membangun kampus-kampus petani, hanya sayangnya kalau kami wong cilik berbicara masalah kampus petani ada yang mengatakan CEBOL NGGAYUH LINTANG. Hal seperti ini tidak menyadari bahwa yang disajikan untuk makan setiap orang tanpa kecuali status dan segala macam “embel-embel” yang melekat pada masing-masing pribadi warga Indonesia adalah hasil dari keringat petani.
Sebenarnya setelah kami mencoba mengadakan pelatihan-pelatihan, sosialisasi tentang pembuatan pupuk, obat-obatan, ternyata banyak dari kalangan yang mau mengadopsi tentang apa yang kita latihkan kepadanya. Suatu kegiatan yang sangat positif yang mestinya harus direspon dari beberapa pihak yang terkait. Kegiatan yang sudah berjalan ini mestinya ditingkatkan dan ditindak lanjuti. Meskipun kelihatan kuno dan sangat sederhana tetapi nyatanya berjalan dan bisa langsung dipraktekkan petani.
Daun Bambu |
Padahal, di lingkungannya gagal total diserang wereng. Hanya ironisnya, yang gagal itu ada yang akan melaksanakan sistem organik, sebagian masih ragu-ragu. Karena petani sangat tergantung pada produk pabrikan. Jadi apa yang dianggap murahan itu tidak berkualitas baik. Kalau yang harganya mahal buatan pabrik dianggap pasti baik. Apa lagi yang namanya obat yang diaplikasikan “tek-seki” itu pasti baik meskipun berapa harganya. Sistem pengendalian wereng dengan menyebarnya hama wereng yang bisa dikatakan endemik, termasuk yang istilahnya “mendek rumpun”. Sistem ngantisipasinya harus dimulai dari perendaman benih, yang akan ditabur.
Penyebab dari “mendek rumpun”
Pada waktu bibit masih di lahan pembibitan, di situ banyak wereng. Wereng ini menyerap nutrisi yang ada di dalam batang bibit padi. Setelah mereka kenyang, mereka mengeluarkan lendir, yang agak lengket, kalau dipegang tangan. Lendir ini merupakan virus. Setelah bibit padi ini dicabut mau ditanam biasanya disemprot dengan racun atau waktu bibit sudah dicabut (didaut) biasanya dimasukkan air yang diberi racun (Furadan).
Setelah itu baru bibit ini ditanam. Anggapannya sudah sehat, ternyata setelah ditanam 15 hari karena kekurangan nutrisi, meskipun ini sudah dipupuk, biasanya tanaman padi seperti ini terus mendek, tidak bisa berkembang. Karena lendir wereng yang melekat di batang padi yang berpotensi batang padi tidak mampu berakar yang berakibat mendek. Namun demikian, kalau ditanya penelitiaannya sampai dimana dan bagaimana. Kalau penelitian sistem ilmuwan memang “nul prutul” kami hanya mengamati keseharian. Hanya dihubungkan dengan bibit padi yang tidak diserang wereng dan tidak kena lendir wereng nyatanya banyak aman.
Setelah itu baru bibit ini ditanam. Anggapannya sudah sehat, ternyata setelah ditanam 15 hari karena kekurangan nutrisi, meskipun ini sudah dipupuk, biasanya tanaman padi seperti ini terus mendek, tidak bisa berkembang. Karena lendir wereng yang melekat di batang padi yang berpotensi batang padi tidak mampu berakar yang berakibat mendek. Namun demikian, kalau ditanya penelitiaannya sampai dimana dan bagaimana. Kalau penelitian sistem ilmuwan memang “nul prutul” kami hanya mengamati keseharian. Hanya dihubungkan dengan bibit padi yang tidak diserang wereng dan tidak kena lendir wereng nyatanya banyak aman.
0 Response to "Penetral Racun Tanah Pada Lahan Pertanian Sawah"
Post a Comment